KOMERINGSELATAN.BLOGSPOT.COM - Sukses besar yang diraih Spanyol di seri Grand Prix bukan hanya semata
soal pembinaan. Negara tersebut memiliki sistem yang sudah tertata
dengan sangat baik untuk melahirkan rider-rider oke. Di Indonesia pola tersebut tengah coba diaplikasikan.
Spanyol
mencetak sejarah besar di seri Grand Prix, saat tahun 2010 lalu tiga
pebalapnya jadi juara di tiga kelas berbeda: Moto3, Moto2 dan MotoGP.
Setelah itu rider-rider negeri Matador selalu mendominasi isi podium, dan juga mengusai titel-titel juara dunia di beberapa kelas dalam beberapa musim.
Keberhasilan
itu didapat Spanyol dengan jalan yang tidak mudah. Mereka punya sistem
pembinaan pebalap muda yang sudah tersusun dengan sangat baik. Gelaran
CEV (Sampeonato de Espana de Velocidad) adalah bukti keseriusan Spanyol
untuk melahirkan bakat-bakat balap baru.
"Yang paling penting
dalam sebuah pembinaan itu bukan orangnya, bukan motornya. Tapi sistem.
Kenapa Spanyol bisa seperti sekarang ini? Karena mereka punya sistem.
Pola ini yang dicoba diaplikasikan ke Indonesia," sahut Manajer
Motorsport and Safety Riding PT Astra Honda Motor (AHM), Anggono
Iriawan.
Ditemui di sela-sela gelaran CEV di Sirkuit Barcelona de
Catalunya, Anggono menyebut keikutsertaan Dimas Ekky di event tersebut
adalah salah satu langkah ke arah penciptaan sistem pembinaan yang lebih
baik.
"Kita sekarang ini sedang membangun langkah ke sana.
Menyiapkan rider. Balapan-balapan di Indonesia adalah sebagai entry
level," lanjut Anggono merujuk pada rangkaian ajang lomba domestik yang
digelar Astra Honda Motor serta kejuaraan-kejuaraan berlevel
internasional.
Soal skill membalap, rider Indonesia
disebut Anggono tidak kalah dengan pebalap lain. Namun, kemampuan bukan
hal utama di atas motor. Hal lain yang juga sangat penting adalah fisik,
mental, attitude, dan lingkungan.
"Balapan itu faktor rider sangat besar, bukan sekadar mesin. Kalau pebalap dari satu negara dan negara lain punya skill
sama, maka yang akan membedakan keduanya adalah fisik, kalau fisik sama
yang kemudian membedakan adalah mental. Kalau mental masih sama,
berikutnya ada attittude. Yang lainnya adalah lingkungan," lanjut dia.
"Background juga punya pengaruh, misalnya keluarga. Orang tua juga pengaruh besar, apalagi soal ekonominya. Kalau soal skill itu mudah. Kayak orang memakai sumpit, bisa dilatih. Tapi, ini 'kan soal komunikasi juga (dengan seluruh tim), nah itu soal attitude yang berperan."
"Pebalap Indonesia punya banyak potensi. Tapi, sayangnya potensi saja nggak
cukup. Mental itu masalahnya. Pebalap Indonesia manja. Sukses sedikit
sudah susah. Banyak fans, ini bagaimana mereka menyikapi hal tersebut."
Upaya
membangun sistem pembinaan yang lebih baik salah satunya dilakukan AHM.
Di tingkat paling bawah pembinaan dilakukan melalui Honda Racing School
(HRS). Usai dilatih, pebalap dan mekanik diberikan kesempatan mengikuti
ajang tanding domestik Honda Racing Championship (HRC), Motorprix,
Indospeed Race Series (IRS), serta berbagai kompetisi nasional dan
internasional.
Mereka yang berprestasi di HRC kemudian ditantang
ikut kompetisi yang lebih tinggi yakni One Make Race, Open Class 150cc
dan OMR 250. Ini merupakan seleksi pebalap muda berusia di bawah 20
tahun agar dapat mengikuti balap internasional Asia Dream Cup. Selain
itu ada juga kompetisi nasional Motoprix dan Kejurnas 600cc.
Dimas
Ekky Pratama yang berlaga di CEV Spanish Championship adalah rider
binaan Honda yang dianggap punya potensi menjanjikan. Turun di bawah
bendera Astra Honda Team Asia, Dimas telah mengumpulkan 11 poin dari dua
seri yang dilalui dan untuk sementara duduk di posisi 10 klasemen
pebalap.
sumber : detik.com
Senin, 22 Juni 2015
Jalan Panjang Pebalap Indonesia Menuju MotoGP
10.13
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar